MAKALAH
Perlindungan
Konsumen Di Bidang Pelayanan Kesehatan
Diajukan untuk Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah “Hukum
Perlindungan konsumen “
Dosen Pembimbing :
Zulfatun Nikmah, M.H
Disusun oleh :
Kholifatun Nikmah (3221113006)
Siti Milatul Ainiyah (3221113014)
M. Harun Ismail (3221113007)
SYARI’AH
HUKUM EKONOMI SYARI’AH / V
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) TULUNGAGUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sehat merupakan suatu
keadaan yang didambakan oleh setiap orang. setiap orang mampu menjaga
kesehatannya sendiri. Mereka akan hidup dengan teratur, mengkonsumsi makanan
bergizi, berolahraga secukupnya, dan sebagainya.
Persoalan akan menjadi
lain ketika orang jatuh sakit yang memerlukan pertolongan pihak lain.
Bagaimanapun, kesehatan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan, sedangkan
pengetahuan dan ketrampilan pasien terbatas. Dengan demikian, pasien maupun
keluarganya akan mencari pertolongan kepada petugas kesehatan.
Dalam hal ini, Pasien
harus dipandang sebagai subyek yang memiliki pengaruh besar atas hasil akhir
layanan bukan sekedar obyek. Hak-hak pasien harus dipenuhi mengingat kepuasan
pasien menjadi salah satu barometer mutu layanan sedangkan ketidakpuasan pasien
dapat menjadi pangkal tuntutan hukum.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
saja peraturan-peraturan yang mengatur tentang pelayanan kesehatan?
2. Seperti apa contoh kasus perlindungan
konsumen di bidang pelayanan kesehatan?
3. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketanya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peraturan
– Peraturan Yang Mengatur Tentang Pelayanan Kesehatan
Dalam Perundangan-undangan pelayanan
kesehatan Indonesia sudah sangat optimal dan mencakup semua layanan kesehatan.
Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Faktor kesehatan merupakan hal
penting yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari, dengan adanya
tubuh yang sehat maka akan lebih nyaman dalam melakukan aktivitas. Pelayanan
kesehatan masyarakat merupakan pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok
kesehatan masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara
bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok
dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan di Indonesia masih jauh dari apa yang
diperkirakan, karena masih banyak terjadi pelayanan kesehatan yang tidak sesuai
dengan aturan yang terjadi belakangan ini. Dalam kondisi demikian, konsumen
pada umumnya belum mempedulikan atau belum mempunyai kesadaran tentang kesehatan.
Sebagai contoh, masih banyak pelayan
kesehatan yang mengabaikan akan keselamatan konsumen atau pasien dengan alasan
tertentu.
Karena keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan dalam memperoleh informasi, konsumen seringkali mengabaikan bahwa
kesehatan itu penting. Meskipun demikian adanya, pemerintah sangat memperhatikan
agar pelayanan kesehatan yang tersedia itu digunakan secara baik. Untuk
mewujudkan hal itu perlu adanya suatu sistem pengaturan, pembinaan, dan
pengawasan yang efektif di bidang pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan hal itu
pemerintah membentuk aturan-aturan di bidang pelayanan kesehatan, diantaranya
sebagai berikut:
1.
Undang-Undang
No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang dinyatakan dalam pasal 4
ayat 1 yaitu hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa. dan pasal 8 ayat (1).
2.
Undang-Undang
No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dijelaskan pada pasal 5 ayat (1), (2)
dan (3).
3.
Undang
Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, sesungguhnya ditegaskan bahwa
Pemerintah berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap semua
kegiatan yang berkaitan dengan upaya penyelenggaraan kesehatan.
4.
Peraturan
Presiden Republik Indonesia No.12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
5.
Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesiaa No. 634 Tahun 2002
bagian keempat mengatur tentang Penarikan Barang.
Menteri Kesehatan RI pernah
melontarkan suatu kritikan yang sangat tajam terhadap iklan obat-obatan yang
beredar di masyarakat, khususnya yang ditayangkan di televisi. menurutnya,
semua iklan itu menyesatkan. Untuk melakukan pengawasan demikian, khususnya
yang berkaitan dengan periklanan diterbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri Penerangan (No. 252/Menkes/SKB/VIII/80 dan No.
122/Kep/Menpen/1980) tentang pengendalian dan pengawasan Iklan Obat, Makanan,
Minuman, Kosmetika, dan Alat Kesehatan (OMKA).
B. Contoh
Kasus Perlindungan Konsumen Di Bidang Pelayanan Kesehatan
1. Kasus
Malpraktik dalam bidang Orthopedy Gas Medik yang Tertukar
Seorang pasien
menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana layaknya,
sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebih dahulu. Pembiusan dilakukan oleh
dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang (orthopedy).
Operasi
berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas.
Bahkan setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan
pernapasan hingga tak sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus
di perawatan intensif dengan bantuan mesin pernapasan (ventilator). Tentu
kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum dilakukan operasi, pasien
dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnnya.
Usut punya
usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas anastesi
(N2O) yang dipasang pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang
diberikan gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberian CO2
pada pasien tentu mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga proses
oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien jadi tidak sadar dan akhirnya
meninggal. Ini sebuah fakta penyimpangan sederhana namun berakibat fatal.
Dengan kata
lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan ternyata, di
rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian gas yang
dipasang di mesin anastesi. Padahal seharusnya ada standar, siapa yang harus
memasang, bagaimana caranya, bagaimana monitoringnya, dan lain sebagainya.
Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang
tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan formulir yang
memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan ditandatangani.
Seandainya prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil kemungkinan
terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi akan cepat diketahui siapa yang
bertanggung jawab.
Kasus tersebut merupakan bentuk malpraktik pidana sebab telah
melanggar beberapa aturan dalam KUHP untuk kelalaian yang berlaku bagi setiap
orang, yang diatur dalam Pasal 359, 360, dan 361 KUHP. Dalam
Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka
atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan,
“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
Jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik
yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan
malpraktik dengan sanksi pidana.
2. Kasus Penarikan Produk Obat
Anti-Nyamuk HIT
Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk
HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan akan ditarik dari
peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di pabrik
akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi
Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan
penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan
terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel
pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk
ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan
Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun
dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan
berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang).
Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke
Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu
seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat
keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk
HIT.
Masalah lain kemudian muncul. Timbul
miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan
(Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi
harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan Menteri
Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi
tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan,
semua obat nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi
diawasi oleh BPOM. Ternyata pada kenyataanya, selama ini izin produksi obat
anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas
rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi tumpang tindih tugas dan
kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.
Jika dilihat menurut Undang-Undang No.8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, kasus obat anit-nyamuk HIT tersebut
menyalahi ketentuan. Berikut adalah beberapa pasal dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang dilangar oleh PT Megarsari Makmur sebagai produsen
pbat anti-nyamuk HIT :
1.
Pasal 4, hak konsumen adalah :
o Ayat
1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa”
o Ayat
3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa”
2.
Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
o Ayat
2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan”
3.
Pasal 8
o Ayat
1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau
jasa yang : tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
o Ayat
4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran”
4.
Pasal 19
o Ayat
1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan”
o Ayat
2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”
o Ayat
3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi”
C. Penyelesaian sengketa
penyelesaian sengketa dalam perlindungan
konsumen dibagi menjadi dua yaitu:
1. Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan
Penjelasan
pasal 47 UU No.8/1999 menerangkan, bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini
berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali
perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut.
Alternatif
dalam menyelesaikan sengketa adalah:
·
Konsultasi
·
Negosiasi
·
Mediasi
·
Konsiliasi
2. Penyelesaian
sengketa melalui pengadilan
Sengketa konsumen di sini dibatasi pada sengketa
perdata. Masuknya sengketa atau perkara ke depan pengadilan bukanlah karena
kegiatan sang hakim melainkan karena inisiatif dari pihak yang bersengketa
dalam hal ini penggugat baik itu produsen ataupun konsumen. Pengadilan yang
memberikan pemecahan atas hukum perdata yang tidak dapat bekerja di antara para
pihak secara sukarela.
BAB III
KESIMPULAN
1. Peraturan - Peraturan yang mengatur tentang
Pelayanan Kesehatan
Ø Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Ø Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Ø Undang Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Ø Peraturan Presiden Republik Indonesia No.12 tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan
Ø Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesiaa
No. 634 Tahun 2002 bagian keempat mengatur tentang Penarikan Barang
2. Contoh Kasus
Ø Malpraktik
dalam bidang Orthopedy Gas Medik yang Tertukar
Ø
Penarikan Produk Obat
Anti-Nyamuk HIT
3. penyelesaian sengketa
penyelesaian sengketa dalam perlindungan konsumen dapat dilakukan melalui
pengadilan umum atau pnyelesaian diluar pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
o
Tri
Siwi Kristianti, Celina, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
o
Shidarta,
Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Grasindo, 2006.
o
Sadar,
M. Dkk. Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia.Jakarta: Akademia.
2012.
o
http://definisimu.blogspot.com/2012/08/definisi-pelayanan-kesehatan.html